Kamis, 09 Mei 2013

HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN PENGANGGURAN (Tema 1)


HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN PENGANGGURAN

ABSTRAK
Persoalan kehidupan bangsa yang amat pelik dan mencemaskan pada saat ini adalah semakin membengkaknya jumlah penganggur. Dan data yang ada dapat diketengahkan bahwa jumlah penganggur sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 mengalami kenaikan secara signifikan.
Masalah pengangguran memang selalu menjadi suatu persoalan yang perlu dipecahkan dalam perekonomian negara Indonesia. Jumlah penduduk yang bertambah semakin besar setiap tahun, membawa akibat bertambahnya jumlah angkatan kerja, dan tentunya akan memberikan makna bahwa jumlah orang yang mencari pekerjaan akan meningkat, seiring dengan itu pengangguran akan juga bertambah.Sejak tahun 1997 sampai tahun 2004 jumlah pengganggur terbuka di Indonesia terus meningkat dan sebesar 4,18 juta jiwa menjadi kurang lebih sebesar 11,35 juta jiwa (Suyanto,Kompas; 2004).
 Jumlah tersebut sebagian besar dialami oleh usia produktif ini berarti bahwa sebagian angkatan kerja usia produktif yang termasuk dalam kelompok angka penganggur terbuka tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Kehidupan mereka menjadi beban bagi orang lain.Oleh sebab itu dapat diduga sementara bahwa produkivitas jumlah angkatan kerja produktif usia kerja saat ini relatif rendah.
Kecemasan sebagai bangsa saat ini sebenarnya tidak saja dipicu oleh pengangguran terbuka, tetapi juga pada jumlah penganggur total yang juga semakin membengkak. Bahkan jumlah penganggur total saat ini telah mencapai kurang lebih 45 juta jiwa. Hal ini dalam jangka panjang akan menjadi benih yang subur terhadap timbulnya berbagai ketidakstabilan sosial dan politik, apabila permasalahannya tidak ditangani secara cepat dan tepat.
Di saat ini di seluruh dunia, penganggur potensial usia produktif berjumlah kurang lebih 74 juta jiwa. Untuk mengatasi pengangguran dalam jumlah yang besar tentu saja tidaklah mudah. Jika pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 3,3 persen, menurut prediksi Bank Dunia (World Bank, 2003), maka lapangan kerja yang dapat diciptakan hanya berjumlah 1,4 juta.
Hal ini juga mempergunakan asumsi bahwa setiap pertumbuhan ekonomi satu persen akan mampu menambah lapangan kerja bagi 400.000 orang. Padahal, angkatan kerja setiap tahun di Indonesia berjumlah kurang lebih 3 juta jiwa. Ini berarti sejak saat ini angka penganggur akan térus bertambah dengan jumlah paling tidak 1,6 juta orang. Menurut sementara peneliti kependudukan di Indonesia Faisal (2002) Chatib (2004), Mar’ie (2002) menyatakan bahwa penganggur di kalangan kaum terdidik pun juga menunjukkan angka yang cukup tinggi. Sajian data Badan Pusat Statistik pada tahun 2001 memperlihatkan jumlah penganggur yang sudah tamat sekolah dasar sampai perguruan tinggi telah mencapai paling tidak 5,8 juta orang, tentunya apabila ditilik untuk saat ini maka angka yang tersaji akan lebih tinggi lagi.
Meskipun secara absolut penduduk Indonesia masih tetap menunjukkan peningkatan di masa yang akan datang, permasalahan yang tepat terkait di sini adalah besaran angka beban tanggungan (dependency ratio) anaktahun 1990 sebesar 60 persen dan angka beban tanggungan (dependency ratio) lanjut usia tahun 1990 sebesar 6 persen sedang tahun 2001 rasionya berubah menjadi masing-masing adalah 48 persen untuk anak dan 7 persen untuk lanjut usia.
 Ini menunjukkan penduduk usia produktif pada tahun 1990 dan tahun 2001 tergolong dalam kritenia penduduk usia muda cukup besar (World Populatiun Prospect, 2001), dan tentunya akan menjadikan beban tanggungan bagi penduduk lainnya, apabila juga dlkaitkan dengan pendidikan yang dimiliki. Oleh sebab itu, pendidikan memang diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas (Daryono. dkk. 2003). Apabila tidak mencerminkan kualitas yang baik maka sektor ini juga akan menyumbangkan proses terjadinya pengangguran.


BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Masalah kependidikan yang serius dihadapi oleh negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas, dan lapangan pekerjaan. Membidik masalah yang terakhir, dengan tidak bermaksud mengecilkan arti ketiga masalah lainnya, memiliki greget yang lain. Kekurangtersediaan lapangan pekerjaan akan berimbas pada kemapanan sosial dan eksistensi pendidikan dalam perspektif masyarakat.
Pada masyarakat yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain, tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan, adalah teraihnya lapangan kerja yang diaharpkan. Atau setidak-tidaknya, setelah lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai "gengsi" yang lebih tinggi di banding sektor informal.
Dengan demikian, keterbatasan lapangan pekerjaan sehingga berpotensi untuk tidak dapat tertampungnya lulusan program pendidikan di lapangan kerja, secara linear berpotensi menggugat eksistensi dan urgensi pendidikan dalam perspektif masyarakat. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan secara signifikan terhadap eksistensi lembaga pendidikan.
Lapangan pekerjaan merupakan indikator penting tingkat kesejahteraan masyarakat dan sekaligus menjadi indikator keberhasilan penyelenggaraan "pendidikan". Maka merembaknya isyu pengangguran terdidik menjadi sinyal yang cukup mengganggu bagi perencana pendidikan di negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya juga di Indonesia.
Sementara dampak sosial dari jenis pengangguran ini relatif lebih besar. Kelompok ini memiliki "daya gerak" yang cukup besar untuk menciptakan dinamika dalam masyarakat. Mengingat kompleksnya masalah ini, maka upaya pemecahannyapun tidak sebatas pada kebijakan sektor pendidikan saja, namun merembet pada masalah lain secara multi dimensional.
Tulisan ini mencoba memperjelas permasalahan yang ada pada jenis pengangguran ini dan alternatif pemecahan macam apa yang harus dilakukan guna mengatasi masalah pengangguran terdidik ini, dilihat dari perspektif pendidikan. Khususnya dalam konstelasi penyelenggaraan pendidikan di lembaga pendidikan tinggi keguruan (LPTK).
B. RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimanakah Peranan Pendidikan Dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial ?
2.    Apa yang di maksud dengan pengangguran terdidik ?
3.    Apa sebab-sebab sarjana menganggur ?


BAB II
LANDASAN TEORI
            Sebelum kita membahas mengenai permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia, sebaiknya kita melihat definisi dari pendidikan itu sendiri terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
            Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar yang kuat pendidkan nasional yang progresif untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut :
            Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14)
Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara singkat pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.

            Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek daripendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikanmeletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab.
            Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada subyek-subyek pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana demikian, ada perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tetapi perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu tentu saja tidak sesempit itu. Karena perubahan-perubahan itu menyangkut aspek perkembangan jasmani dan rohani juga.
            Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya.


BAB III
PEMBAHASAN
A.Peranan Pendidikan Dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial
Pendidikan merupakan anak tangga mobilitas yang penting. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pendidikan mampu meningkatkan status sosial seseorang. Hal ini karena pendidikan itu sendiri mempunyai peran yang penting bagi diri sendiri maupun masyarakat setempat. Hal tersebut bisa dilihat  mulai dengan menilik fungsi-fungsi pendirian lembaga pendidikan.
Rafil Karsidi dalam salah satu tulisannya menyebutkan berbagai fungsi lembaga pendidikan yang dikaitkan dengan realitasnya. Fungsi-fungsi tersebut secara ringkasnya adalah sebagai berikut:
·         Lembaga pendidikan mempersiapkan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan.
Jika proses perjalanan pendidikan sepanjang masa ditinjau secara menyeluruh, maka dapat dilihat kenyataan bahwa kemajuan dalam pendidikan beriringan dengan kemajuan ekonomi secara bersamaan. Peserta didik yang menamatkan sekolah diharapkan sanggup melakukan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan dunia pekerjaan. Semakin tinggi pendidikannya, maka semakin besar kesempatannya untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
·         Sebagai alat transmisi kebudayaan
Fungsi transmisi kebudayaan masyarakat kepada peserta didik menurut Vembrianto (1990) dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) transmisi pengetahuan dan keterampilan; dan (2) transmisi sikap, nilai-nilai dan norma-norma. Transmisi pengetahuan  mencakup pengetahuan tentang bahasa, sistem matematika, pengetahuan alam dan sosial serta penemuan-penemuan teknologi. Dari segi transmisi sikap, nilai-nilai dan norma-norma masing-masing lembaga dalam konteks karakter sosiokultural juga tidak bisa dipungkiri peran dan fungsinya. Di lembaga pendidikan, peserta didik tidak hanya mempelajari pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga sikap, nilai-nilai dan norma-norma.
·         Mengajarkan peranan sosial
Pendidikan diharapkan membentuk manusia sosial yang dapat bergaul dengan sesama manusia sekalipun berbeda agama, suku bangsa, pendirian dan sebagainya. Ia juga harus dapat menyesuaikan diri dalam situasi sosial yang berbeda-beda. Lebih dari itu, peserta didik diharapkan mampu dan memiliki peranan yang baik dengan memberikan sumbangsihnya atas berbagai permasalahan sosial di sekitarnya.
·         Membuka kesempatan memperbaiki nasib
Semenjak diterapkannya sistem pendidikan yang bisa dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat di seluruh penjuru tanah air maka secara otomatis telah mendobrak tembok ketimpangan sosial masyarakat feodal dan menggantinya dengan bentuk mobilitas terbuka. Sekolah menjadi tempat yang paling strategis untuk menyalurkan kebutuhan mobilitas vertikal dalam kerangka stratifikasi sosial masyarakat.
·         Menyediakan tenaga pembangunan
Bagi negara-negara berkembang, pendidikan dipandang menjadi alat yang paling ampuh untuk menyiapkan tenaga produktif guna menopang proses pembangunan. Kekayaan alam hanya mengandung arti bila didukung oleh keahlian. Maka karena itu manusia merupakan sumber utama bagi negara.
·         Menciptakan integrasi sosial
Dalam masyarakat yang bersifat heterogen dan pluralistik, terjaminnya integrasi sosial merupakan fungsi pendidikan sekolah yang cukup penting. Masyarakat Indonesia mengenal bermacammacam suku bangsa masing-masing dengan adat istiadatnya sendiri, bermacam-macam bahasa daerah, agama, pandangan politik dan lain sebagainya. Dalam keadaan demikian bahaya disintegrasi sosial sangat besar. Oleh karena itu, tugas pendidikan di lembaga pendidikan yang terpenting adalah menjamin integrasi sosial. Upaya yang telah dilakukan untuk itu misalnya dengan mengajarkan bahasa nasional, mengajarkan pengalaman-pengalaman yang sama melalui keseragaman kurikulum dan buku-buku pelajaran.
·         Kontrol sosial
Ketika permasalahan sosial begitu kompleks dan rumitnya, seperti soal kemiskinan, pengangguran, dan kekerasan, di sinilah pendidikan memiliki peran fungsionalnya sebagai kontrol atau stabilisator agar permasalahan tersebut tidak berlarut-larut atau meminimalisir agar efeknya tidak meluas.Karena fungsi-fungsi tersebut, maka pendidikan dipercaya masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan hidup.



B. Pengangguran Terdidik
Pengangguran Terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.
Berdasarkan data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2012, TPT untuk tingkat diploma 7,5 persen dan sarjana 6,95 persen. Jumlah pengangguran secara nasional pada Februari 2012 mencapai 7,6 juta orang, dengan TPT sebesar 6.32 persen. kemungkinan sarjana menganggur setiap tahun akan mengalami peningkatan yang signifikan.
Pendidikan yang dipercaya dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang seperti yang telah diuraikan di atas ternyata tidak dijamin kebenarannya jika dilihat dalam realitas kehidupan. Anggapan orang bahwa pendidikan dapat mengangkat status atau derajat seseorang perlu untuk ditinjau kembali. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya pengangguran di kalangan terdidik. Pertanyaannya, mengapa demikian?
Sebab-sebab sarjana menganggur
Terjadinya kasus pengangguran terdidik dikarenakan oleh beberapa faktor. Di antaranya sebagai berikut:
Ø  Tidak sungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu, artinya orientasi utama mengapa seseorang menempuh pendidikan hingga tingkat tinggi adalah untuk tujuan tertentu saja misalnya hanya demi mendapatkan ijazah.
Ø  Kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai denagn jurusan mereka, sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikan atas baik umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat terserap ke dalam lapangan pekerjaan yang ada.
Ø  Budaya malas disinyalir sebagai penyebab tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia. Para pengangguran terdidik lebih memilih pekerjaan yang formal dan mereka ingin langsung bekerja di tempat yang menempatkan mereka di posisi yang enak, mendapat banyak fasilitas, dan mendapat gaji yang cukup, tidak mau memulai karier dari bawah.
 Kompetisi yang kurang
Faktor penyebab pengangguran juga sering kali diciptakan oleh diri seseorang secara sengaja atau tidak. Lingkungan memegang peranan yang penting dalam pembentukan pribadi yang kuat dan bisa bersaing. Lingkungan juga menjadi hal yang membuat banyak pribadi menjadi lemah dan tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam menghadapi tantangan hidup. Jika lingkungan membentuk seseorang berkompetensi tinggi, maka ia akan terbiasa bekerja keras dan berusaha melakukan yang terbaik. Sebaliknya, lingkungan yang didominasi oleh orang-orang yang berpikiran mudah menyerah dan tidak senang bekerja keras, maka pribadi yang dilahirkan dari lingkungan yang seperti ini adalah orang-orang yang mudah menyerah.
Rendahnya keterampilan yang dimiliki seseorang
Sekalipun seseorang telah menempuh pendidikan yang tinggi dengan nilai yang tinggi, dia tidak akan dapat eksis jika keterampilan yang dimilki rendah. Keterampilan juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan, entah itu keterampilan dalam bidang pekerjaan maupun keterampilan sosial.
Pemecahan masalah
Perlu adanya revolusi dalam penanganan masalah pengangguran, Mengingat penyelesaian konvensional selama ini tidak memberikan perubahan yang signifikan.
Untuk itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seluruh stackholder utamanya pemerintah, pihak universitas dan pengusaha termasuk peserta didik (mahasiswa) itu sendiri, di antaranya sebagai berikut:
Ø  Melakukan pemetaan antara dunia pendidikan di kampus melalui program-program studi yang ada dengan prediksi kebutuhan tenaga kerja di lapangan.
Ø  Perlu adanya pengembangan berbagai softskill yang diberikan kepada para mahasiswa. Softskill yang diberikan haruslah berdasarkan atas kebutuhan masyarakat kontemporer.
Ø  Perlu adanya kemauan dan motivasi pada diri sendiri untuk berusaha lebih maju.
Ø  Menumbuhkan semangat berwirausaha. Para sarjana tidak hanya  melamar pekerjaan namun dituntut mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi diri sendiri dan masyarakat disekitarnya. Seorang sarjana dengan kompetensi yang dimiliki dan atmosfer yang ada menjadikan mereka ready to survive (sanggup untuk hidup).
Ø  Mengembangkan keterampilan sosial.
Itulah beberapa upaya yang menurut penulis dapat membantu mengurangi angka pengangguran terdidik. Upaya-upaya tersebut harus menjadi perhatian setiap masyarakat, terutama peserta didik, termasuk juga pemerintah.


BAB IV
PENUTUP

A.KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan hubungan pendidikan dan mobilitas sosial termassuk kasus yang terjadi terkait dengan pengangguran terdidik, di antaranya sebagai berikut:
Pendidikan dipercaya dapat mengangkat derajat atau status sosial seseorang. Hal tersebut dikarenakan pendidikan itu sendiri mempunyai peran yang penting bagi diri sendiri maupun masyarakat setempat.
Rafil Karsidi menyebutkan berbagai fungsi lembaga pendidikan, yakni: lembaga pendidikan mempersiapkan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan, sebagai alat transmisi kebudayaan, mengajarkan peranan sosial, membuka kesempatan memperbaiki nasib, menyediakan tenaga pembangunan, menciptakan integrasi sosial, dan kontrol sosial.
Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2012, TPT untuk tingkat diploma 7,5 persen dan sarjana 6,95 persen. Jumlah pengangguran secara nasional pada Februari 2012 mencapai 7,6 juta orang, dengan TPT sebesar 6.32 persen. kemungkinan sarjana menganggur setiap tahun akan mengalami peningkatan yang signifikan.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran di kalangan pendidik adalah: tidak sungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu, kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai, malas, kompetisi yang kurang, dan rendahnya keterampilan yang dimiliki seseorang.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pengangguran terdidik di antaranya adalah: melakukan pemetaan antara dunia pendidikan di kampus melalui program-program studi yang ada dengan prediksi kebutuhan tenaga kerja di lapangan, perlu adanya pengembangan berbagai softskill yang diberikan kepada para mahasiswa, perlu adanya kemauan dan motivasi, menumbuhkan semangat berwirausaha, dan mengembangkan keterampilan sosial.

DAFTAR PUSTAKA
·         Nazili Shaleh Ahmad, Pendidikan dan Masyarakat, (Yogyakarta: Sabda Media, 2011), hal. 31.
·         Muhammad Rifa’i, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal.170



1 komentar: