HUBUNGAN
PENDIDIKAN DENGAN PENGANGGURAN
ABSTRAK
Persoalan kehidupan bangsa yang amat
pelik dan mencemaskan pada saat ini adalah semakin membengkaknya jumlah
penganggur. Dan data yang ada dapat diketengahkan bahwa jumlah penganggur sejak
terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 mengalami kenaikan secara signifikan.
Masalah pengangguran memang selalu
menjadi suatu persoalan yang perlu dipecahkan dalam perekonomian negara
Indonesia. Jumlah penduduk yang bertambah semakin besar setiap tahun, membawa
akibat bertambahnya jumlah angkatan kerja, dan tentunya akan memberikan makna
bahwa jumlah orang yang mencari pekerjaan akan meningkat, seiring dengan itu
pengangguran akan juga bertambah.Sejak tahun 1997 sampai tahun 2004 jumlah
pengganggur terbuka di Indonesia terus meningkat dan sebesar 4,18 juta jiwa
menjadi kurang lebih sebesar 11,35 juta jiwa (Suyanto,Kompas; 2004).
Jumlah tersebut sebagian besar dialami oleh
usia produktif ini berarti bahwa sebagian angkatan kerja usia produktif yang
termasuk dalam kelompok angka penganggur terbuka tidak memiliki pekerjaan sama
sekali. Kehidupan mereka menjadi beban bagi orang lain.Oleh sebab itu dapat
diduga sementara bahwa produkivitas jumlah angkatan kerja produktif usia kerja
saat ini relatif rendah.
Kecemasan sebagai bangsa saat ini
sebenarnya tidak saja dipicu oleh pengangguran terbuka, tetapi juga pada jumlah
penganggur total yang juga semakin membengkak. Bahkan jumlah penganggur total
saat ini telah mencapai kurang lebih 45 juta jiwa. Hal ini dalam jangka panjang
akan menjadi benih yang subur terhadap timbulnya berbagai ketidakstabilan
sosial dan politik, apabila permasalahannya tidak ditangani secara cepat dan
tepat.
Di saat ini di seluruh dunia,
penganggur potensial usia produktif berjumlah kurang lebih 74 juta jiwa. Untuk
mengatasi pengangguran dalam jumlah yang besar tentu saja tidaklah mudah. Jika
pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 3,3 persen, menurut prediksi Bank Dunia
(World Bank, 2003), maka lapangan kerja yang dapat diciptakan hanya berjumlah
1,4 juta.
Hal ini juga mempergunakan asumsi
bahwa setiap pertumbuhan ekonomi satu persen akan mampu menambah lapangan kerja
bagi 400.000 orang. Padahal, angkatan kerja setiap tahun di Indonesia berjumlah
kurang lebih 3 juta jiwa. Ini berarti sejak saat ini angka penganggur akan
térus bertambah dengan jumlah paling tidak 1,6 juta orang. Menurut sementara
peneliti kependudukan di Indonesia Faisal (2002) Chatib (2004), Mar’ie (2002)
menyatakan bahwa penganggur di kalangan kaum terdidik pun juga menunjukkan
angka yang cukup tinggi. Sajian data Badan Pusat Statistik pada tahun 2001
memperlihatkan jumlah penganggur yang sudah tamat sekolah dasar sampai
perguruan tinggi telah mencapai paling tidak 5,8 juta orang, tentunya apabila
ditilik untuk saat ini maka angka yang tersaji akan lebih tinggi lagi.
Meskipun secara absolut penduduk
Indonesia masih tetap menunjukkan peningkatan di masa yang akan datang,
permasalahan yang tepat terkait di sini adalah besaran angka beban tanggungan (dependency
ratio) anaktahun 1990 sebesar 60 persen dan angka beban tanggungan (dependency
ratio) lanjut usia tahun 1990 sebesar 6 persen sedang tahun 2001 rasionya
berubah menjadi masing-masing adalah 48 persen untuk anak dan 7 persen untuk
lanjut usia.
Ini menunjukkan penduduk usia produktif pada
tahun 1990 dan tahun 2001 tergolong dalam kritenia penduduk usia muda cukup
besar (World Populatiun Prospect, 2001), dan tentunya akan menjadikan
beban tanggungan bagi penduduk lainnya, apabila juga dlkaitkan dengan
pendidikan yang dimiliki. Oleh sebab itu, pendidikan memang diharapkan dapat
melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas (Daryono. dkk. 2003). Apabila
tidak mencerminkan kualitas yang baik maka sektor ini juga akan menyumbangkan
proses terjadinya pengangguran.
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Masalah kependidikan yang
serius dihadapi oleh negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada
masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas, dan lapangan
pekerjaan. Membidik masalah yang terakhir, dengan tidak bermaksud mengecilkan
arti ketiga masalah lainnya, memiliki greget yang lain. Kekurangtersediaan lapangan
pekerjaan akan berimbas pada kemapanan sosial dan eksistensi pendidikan dalam
perspektif masyarakat.
Pada masyarakat yang tengah
berkembang, pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk peningkatan
kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain,
tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan,
adalah teraihnya lapangan kerja yang diaharpkan. Atau setidak-tidaknya, setelah
lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai "gengsi"
yang lebih tinggi di banding sektor informal.
Dengan demikian, keterbatasan
lapangan pekerjaan sehingga berpotensi untuk tidak dapat tertampungnya lulusan
program pendidikan di lapangan kerja, secara linear berpotensi menggugat
eksistensi dan urgensi pendidikan dalam perspektif masyarakat. Masyarakat akan
kehilangan kepercayaan secara signifikan terhadap eksistensi lembaga
pendidikan.
Lapangan pekerjaan merupakan
indikator penting tingkat kesejahteraan masyarakat dan sekaligus menjadi indikator
keberhasilan penyelenggaraan "pendidikan". Maka merembaknya isyu
pengangguran terdidik menjadi sinyal yang cukup mengganggu bagi perencana
pendidikan di negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya juga di
Indonesia.
Sementara dampak sosial dari
jenis pengangguran ini relatif lebih besar. Kelompok ini memiliki "daya
gerak" yang cukup besar untuk menciptakan dinamika dalam masyarakat.
Mengingat kompleksnya masalah ini, maka upaya pemecahannyapun tidak sebatas
pada kebijakan sektor pendidikan saja, namun merembet pada masalah lain secara
multi dimensional.
Tulisan ini mencoba memperjelas
permasalahan yang ada pada jenis pengangguran ini dan alternatif pemecahan
macam apa yang harus dilakukan guna mengatasi masalah pengangguran terdidik
ini, dilihat dari perspektif pendidikan. Khususnya dalam konstelasi
penyelenggaraan pendidikan di lembaga pendidikan tinggi keguruan (LPTK).
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah Peranan Pendidikan Dalam
Mewujudkan Mobilitas Sosial ?
2. Apa yang di maksud dengan pengangguran
terdidik ?
3. Apa sebab-sebab sarjana menganggur ?
BAB II
LANDASAN TEORI
Sebelum
kita membahas mengenai permasalahan-permasalahan pendidikan di
Indonesia, sebaiknya kita melihat definisi dari pendidikan itu
sendiri terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu
memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses
perbuatan, cara mendidik.
Ki
Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar
yang kuat pendidkan nasional yang progresif untuk generasi sekarang dan
generasi yang akan datang merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut :
Pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan
batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak
boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan
hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras
dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14)
Dari etimologi dan analisis
pengertian pendidikan di atas, secara
singkat pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan
manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam
interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.
Pendidikan merupakan
proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam
proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat
karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek
daripendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut
suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik.
Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek
dan pendidikanmeletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka
perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia
sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya
yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab.
Hasil
dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada
subyek-subyek pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang
sederhana demikian, ada perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak
mengerti menjadi mengerti. Tetapi perubahan-perubahan yang terjadi setelah
proses pendidikan itu tentu saja tidak sesempit itu. Karena
perubahan-perubahan itu menyangkut aspek perkembangan jasmani dan rohani juga.
Melalui pendidikan manusia
menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan
dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu
berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang
sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri
dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar
tradisinya.
BAB III
PEMBAHASAN
A.Peranan Pendidikan
Dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial
Pendidikan merupakan anak tangga
mobilitas yang penting. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pendidikan
mampu meningkatkan status sosial seseorang. Hal ini karena pendidikan itu
sendiri mempunyai peran yang penting bagi diri sendiri maupun masyarakat
setempat. Hal tersebut bisa dilihat mulai dengan menilik fungsi-fungsi
pendirian lembaga pendidikan.
Rafil Karsidi dalam salah satu
tulisannya menyebutkan berbagai fungsi lembaga pendidikan yang dikaitkan dengan
realitasnya. Fungsi-fungsi tersebut secara ringkasnya adalah sebagai berikut:
·
Lembaga
pendidikan mempersiapkan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan.
Jika proses perjalanan pendidikan
sepanjang masa ditinjau secara menyeluruh, maka dapat dilihat kenyataan bahwa
kemajuan dalam pendidikan beriringan dengan kemajuan ekonomi secara bersamaan.
Peserta didik yang menamatkan sekolah diharapkan sanggup melakukan pekerjaan
sesuai dengan kebutuhan dunia pekerjaan. Semakin tinggi pendidikannya, maka
semakin besar kesempatannya untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
·
Sebagai
alat transmisi kebudayaan
Fungsi transmisi kebudayaan masyarakat
kepada peserta didik menurut Vembrianto (1990) dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu (1) transmisi pengetahuan dan keterampilan; dan (2) transmisi
sikap, nilai-nilai dan norma-norma. Transmisi pengetahuan mencakup
pengetahuan tentang bahasa, sistem matematika, pengetahuan alam dan sosial
serta penemuan-penemuan teknologi. Dari segi transmisi sikap, nilai-nilai dan
norma-norma masing-masing lembaga dalam konteks karakter sosiokultural juga
tidak bisa dipungkiri peran dan fungsinya. Di lembaga pendidikan, peserta didik
tidak hanya mempelajari pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga sikap,
nilai-nilai dan norma-norma.
·
Mengajarkan
peranan sosial
Pendidikan diharapkan membentuk
manusia sosial yang dapat bergaul dengan sesama manusia sekalipun berbeda
agama, suku bangsa, pendirian dan sebagainya. Ia juga harus dapat menyesuaikan
diri dalam situasi sosial yang berbeda-beda. Lebih dari itu, peserta didik
diharapkan mampu dan memiliki peranan yang baik dengan memberikan sumbangsihnya
atas berbagai permasalahan sosial di sekitarnya.
·
Membuka
kesempatan memperbaiki nasib
Semenjak diterapkannya sistem
pendidikan yang bisa dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat di
seluruh penjuru tanah air maka secara otomatis telah mendobrak tembok
ketimpangan sosial masyarakat feodal dan menggantinya dengan bentuk mobilitas
terbuka. Sekolah menjadi tempat yang paling strategis untuk menyalurkan
kebutuhan mobilitas vertikal dalam kerangka stratifikasi sosial masyarakat.
·
Menyediakan
tenaga pembangunan
Bagi negara-negara berkembang,
pendidikan dipandang menjadi alat yang paling ampuh untuk menyiapkan tenaga
produktif guna menopang proses pembangunan. Kekayaan alam hanya mengandung arti
bila didukung oleh keahlian. Maka karena itu manusia merupakan sumber utama
bagi negara.
·
Menciptakan
integrasi sosial
Dalam masyarakat yang bersifat
heterogen dan pluralistik, terjaminnya integrasi sosial merupakan fungsi
pendidikan sekolah yang cukup penting. Masyarakat Indonesia mengenal
bermacammacam suku bangsa masing-masing dengan adat istiadatnya sendiri,
bermacam-macam bahasa daerah, agama, pandangan politik dan lain sebagainya.
Dalam keadaan demikian bahaya disintegrasi sosial sangat besar. Oleh karena
itu, tugas pendidikan di lembaga pendidikan yang terpenting adalah menjamin
integrasi sosial. Upaya yang telah dilakukan untuk itu misalnya dengan
mengajarkan bahasa nasional, mengajarkan pengalaman-pengalaman yang sama
melalui keseragaman kurikulum dan buku-buku pelajaran.
·
Kontrol
sosial
Ketika permasalahan sosial begitu
kompleks dan rumitnya, seperti soal kemiskinan, pengangguran, dan kekerasan, di
sinilah pendidikan memiliki peran fungsionalnya sebagai kontrol atau
stabilisator agar permasalahan tersebut tidak berlarut-larut atau meminimalisir
agar efeknya tidak meluas.Karena fungsi-fungsi tersebut, maka pendidikan
dipercaya masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan hidup.
B. Pengangguran Terdidik
Pengangguran Terdidik adalah seseorang
yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat
pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.
Berdasarkan data terakhir dari Badan
Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2012, TPT untuk tingkat diploma 7,5 persen
dan sarjana 6,95 persen. Jumlah pengangguran secara nasional pada Februari 2012
mencapai 7,6 juta orang, dengan TPT sebesar 6.32 persen. kemungkinan sarjana
menganggur setiap tahun akan mengalami peningkatan yang signifikan.
Pendidikan yang dipercaya dapat
meningkatkan kualitas hidup seseorang seperti yang telah diuraikan di atas
ternyata tidak dijamin kebenarannya jika dilihat dalam realitas kehidupan.
Anggapan orang bahwa pendidikan dapat mengangkat status atau derajat seseorang
perlu untuk ditinjau kembali. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya
pengangguran di kalangan terdidik. Pertanyaannya, mengapa demikian?
Sebab-sebab sarjana
menganggur
Terjadinya kasus pengangguran terdidik
dikarenakan oleh beberapa faktor. Di antaranya sebagai berikut:
Ø Tidak sungguh-sungguh dalam
mempelajari ilmu, artinya orientasi utama mengapa seseorang menempuh pendidikan
hingga tingkat tinggi adalah untuk tujuan tertentu saja misalnya hanya demi
mendapatkan ijazah.
Ø Kurang selarasnya perencanaan
pembangunan pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai
denagn jurusan mereka, sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang
pendidikan atas baik umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat
terserap ke dalam lapangan pekerjaan yang ada.
Ø Budaya malas disinyalir sebagai
penyebab tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia. Para pengangguran
terdidik lebih memilih pekerjaan yang formal dan mereka ingin langsung bekerja
di tempat yang menempatkan mereka di posisi yang enak, mendapat banyak
fasilitas, dan mendapat gaji yang cukup, tidak mau memulai karier dari bawah.
Kompetisi yang
kurang
Faktor penyebab pengangguran juga
sering kali diciptakan oleh diri seseorang secara sengaja atau tidak.
Lingkungan memegang peranan yang penting dalam pembentukan pribadi yang kuat
dan bisa bersaing. Lingkungan juga menjadi hal yang membuat banyak pribadi
menjadi lemah dan tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam menghadapi
tantangan hidup. Jika lingkungan membentuk seseorang berkompetensi tinggi, maka
ia akan terbiasa bekerja keras dan berusaha melakukan yang terbaik. Sebaliknya,
lingkungan yang didominasi oleh orang-orang yang berpikiran mudah menyerah dan
tidak senang bekerja keras, maka pribadi yang dilahirkan dari lingkungan yang
seperti ini adalah orang-orang yang mudah menyerah.
Rendahnya keterampilan
yang dimiliki seseorang
Sekalipun seseorang telah menempuh
pendidikan yang tinggi dengan nilai yang tinggi, dia tidak akan dapat eksis
jika keterampilan yang dimilki rendah. Keterampilan juga merupakan faktor yang
perlu diperhatikan, entah itu keterampilan dalam bidang pekerjaan maupun
keterampilan sosial.
Pemecahan masalah
Perlu adanya revolusi dalam penanganan
masalah pengangguran, Mengingat penyelesaian konvensional selama ini tidak
memberikan perubahan yang signifikan.
Untuk itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan
oleh seluruh stackholder utamanya pemerintah, pihak universitas dan pengusaha
termasuk peserta didik (mahasiswa) itu sendiri, di antaranya sebagai berikut:
Ø Melakukan pemetaan antara dunia
pendidikan di kampus melalui program-program studi yang ada dengan prediksi
kebutuhan tenaga kerja di lapangan.
Ø Perlu adanya pengembangan
berbagai softskill yang diberikan kepada para
mahasiswa. Softskill yang diberikan haruslah berdasarkan atas
kebutuhan masyarakat kontemporer.
Ø Perlu adanya kemauan dan motivasi pada
diri sendiri untuk berusaha lebih maju.
Ø Menumbuhkan semangat berwirausaha.
Para sarjana tidak hanya melamar pekerjaan namun dituntut mampu
menciptakan lapangan pekerjaan bagi diri sendiri dan masyarakat disekitarnya.
Seorang sarjana dengan kompetensi yang dimiliki dan atmosfer yang ada
menjadikan mereka ready to survive (sanggup untuk hidup).
Ø Mengembangkan keterampilan sosial.
Itulah beberapa upaya yang menurut
penulis dapat membantu mengurangi angka pengangguran terdidik. Upaya-upaya
tersebut harus menjadi perhatian setiap masyarakat, terutama peserta didik,
termasuk juga pemerintah.
BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari
pembahasan hubungan pendidikan dan mobilitas sosial termassuk kasus yang
terjadi terkait dengan pengangguran terdidik, di antaranya sebagai berikut:
Pendidikan dipercaya dapat mengangkat
derajat atau status sosial seseorang. Hal tersebut dikarenakan pendidikan itu
sendiri mempunyai peran yang penting bagi diri sendiri maupun masyarakat
setempat.
Rafil Karsidi menyebutkan berbagai
fungsi lembaga pendidikan, yakni: lembaga pendidikan mempersiapkan seseorang
untuk mendapatkan pekerjaan, sebagai alat transmisi kebudayaan, mengajarkan
peranan sosial, membuka kesempatan memperbaiki nasib, menyediakan tenaga
pembangunan, menciptakan integrasi sosial, dan kontrol sosial.
Data
terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2012, TPT untuk tingkat
diploma 7,5 persen dan sarjana 6,95 persen. Jumlah pengangguran secara nasional
pada Februari 2012 mencapai 7,6 juta orang, dengan TPT sebesar 6.32 persen.
kemungkinan sarjana menganggur setiap tahun akan mengalami peningkatan yang
signifikan.
Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya pengangguran di kalangan pendidik adalah: tidak sungguh-sungguh
dalam mempelajari ilmu, kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan
dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai, malas, kompetisi yang
kurang, dan rendahnya keterampilan yang dimiliki seseorang.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah pengangguran terdidik di antaranya adalah: melakukan pemetaan
antara dunia pendidikan di kampus melalui program-program studi yang ada dengan
prediksi kebutuhan tenaga kerja di lapangan, perlu adanya pengembangan berbagai
softskill yang diberikan kepada para mahasiswa, perlu adanya kemauan dan
motivasi, menumbuhkan semangat berwirausaha, dan mengembangkan keterampilan
sosial.
DAFTAR PUSTAKA
·
Nazili
Shaleh Ahmad, Pendidikan dan Masyarakat, (Yogyakarta: Sabda Media, 2011),
hal. 31.
·
Muhammad
Rifa’i, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal.170
thanks....mnta izin copaz ya,,,,
BalasHapus