POLITISASI MAFIA PAJAK PT.BAKRIE
BAB I
PENDAHULUAN
PENGERTIAN PAJAK
Beberapa ahli yang mengemukakan
pendapatnya mengenai pajak, antara lain menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
yaitu iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang- undang ( yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut Prof. Dr. P. J. A.
Adriani, yaitu iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan umum
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa Pajak adalah Iuran/ kontribusi rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat
ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pajak setidaknya mengandung 4 unsur:
Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pajak setidaknya mengandung 4 unsur:
1.
Iuran/ kontribusi rakyat kepada Negara
2.
Berdasarkan undang-undang
3.
Tanpa kontraprestasi
4.
Dipakai untuk membiayai rumah tangga Negara
FUNGSI PAJAK
1.
Pajak Setidaknya memiliki dua fungsi yakni:
2.
Fungsi Budgeting, yakni sebagai sumber
dana/penerimaan Negara
3.
Fungsi Regulator. Artinya pajak difungsikan
sebagai alat untuk mengatur/melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi
TEORI PAJAK
Berikut ini landasan teoritik diselenggarakannya pemungutan pajak:
Berikut ini landasan teoritik diselenggarakannya pemungutan pajak:
·
Teori Asuransi. Negara melindungi jiwa, raga,
harta dan hak-hak rakyat karenanya rakyat harus membayar pajak yang diibiratkan
premi asuransi atas jaminan perlindungan
·
Teori Kepentingan. Beban pajak didasarkan pada
kepentingan masing-ming individu warga. Makin besar kepentingannya, ya.. Makin
besar juga pajaknya,
·
Teori Daya Pikul. Beban pajak harus sama berat
bagi semua individu sesuai daya pikulnya. Pendekatan untuk mengukur daya pikul:
a). Unsur obyektif; besarnya penghasilan. b) Unsur subyektif; besarnya
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi
·
Teori Bakti. Dalam teori ini dikatakan bahwa
sebagai warga negara yang berbakti, maka rakyat harus sadar bahwa pembayaran
pajak adalah kewajiban setiap warga.
·
Teori Asas Daya Beli. Menurut teori ini Pajak
adalah penarikan daya beli masyarakt, maka akibat dari pemungutan pajak harus
merupkan pemeliharaan kesejahteraan
BAB II
PEMBAHASAN
KASUS POLITISASI MAFIA PAJAK PT. BAKRIE
Melihat banyaknya kampanye
keliling dari berbagai partai politik yang berlangsung di sekitar tempat
tinggal saya akhir pekan lalu, saya gatal ingin menyalurkan aspirasi saya
tentang pemilu 2014. Pada awalnya saya ingin menulis tentang pilpres 2014,
siapa saja calonnya, dan apa saja latar belakang mereka. Namun setelah
sayaiseng-iseng membaca-baca kembali berbagai artikel di kompasiana
tentang topik tersebut, saya pikir sudah banyak yang membahas mengenai Jokowi
atau pun Prabowo.
Oleh karena itu, kali ini saya
mencoba membahas mengenai sosok Aburizal Bakrie dari sudut pandang pribadi,
khususnya mengenai kasus dugaan pengemplangan pajak yang pernah dikaitkan
dengan Bakrie Group. Alasan saya memilih topik ini adalah, selain sudah banyak
artikel yang mengulas mengenai posisi Bakrie sebenarnya di Lapindo, saya pikir
masih banyak publik yang karena sudah terlalu apatis terhadap perkembangan
kasus ini, kemudian tidak mengetahui akhir dari penyelesaian kasus ini secara
jelas.
Tahun 2010 lalu, publik Indonesia
dikejutkan oleh terbongkarnya kasus mafia pajak setelah mantan pegawai Ditjen
Pajak, Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau yang lebih dikenal di media
dengan nama Gayus Tambunan yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan
pencucian uang, membongkar adanya praktik korupsi yang jauh lebih besar di kalangan
petinggi pajak.
Tidak hanya itu, dalam
persidangan Gayus juga mengungkap bahwa dirinya menerima suap dari beberapa
perusahaan yang diduga melakukan pengemplangan pajak. Gayus terbukti menerima
uang sebesar Rp925 juta dari terkait kepengurusan gugatan keberatan pajak PT
Metropolitan Retailmart melalui Roberto Santonius, dan menerima 3,5 juta dollar
Amerika dari Alif Kuncoro terkait kepengurusan pajak PT Arutmin, PT Kaltim
Prima Coal, dan PT Bumi Resources.
Mata publik seakan terbuka lebar
setelah mengetahui adanya permainan kotor para petinggi negara dalam kasus
tersebut. Adalah nama Aburizal Bakrie yang paling tersorot dalam hal ini, tak
lain adalah karena 3 perusahaan terakhir yang disebut di atas adalah anak dari
Bakrie Group, perusahaan yang dimiliki oleh Bakrie.
Akan tetapi, publik juga tidak
bisa dibodohi ketika melihat adanya unsur politis di dalam kasus tersebut.
Setelah PT Kaltim Prima Coal terbukti tidak bersalah di persidangan, Gayus
melalui pengacaranya, Hotman Paris pun mengakui adanya pihak-pihak yang
menintervensi dirinya untuk membuat keterangan di persidangan.
Kemenangan PT Kaltim Prima Coal
ini juga semakin dikukuhkan setelah polri menyangkal pernyataan Gayus mengenai
penerimaan uang dari Bakrie Group sebesar US$3 juta. Hal ini diakui oleh Kadiv
Humas Polri Irjen Pol Edward Aritonang, dengan menyatakan bahwa pernyataan
Gayus mengenai keterlibatan Bakrie Group dalam kasus pengemplangan pajak
hanyalah pernyataan sepihak dari Gayus.
Pertanyaannya adalah, ada apa di
balik pernyataan Gayus Tambunan terkait perusahaan-perusahaan yang diduga
melakukan pengemplangan pajak tersebut?
Adalah Satgas Pemberantasan
Mafia Hukum yang mencoba mempolitisisasi kasus ini dengan mengalihkan isu
yang seharusnya ditujukan terhadap Direktur dan Dirjen Pajak atau mafia
hukum, menjadi perusahaan-perusahaan yang malah dituduh melakukan tindak pidana
pengemplengan pajak perusahaan.
Hal ini diakui Gayus setelah
hakim menjatuhkan vonis terhadap dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Rabu 19 Januari 2011. Dalam pernyataan resminya, Gayus menyebut bahwa
dirinya disuruh untuk menyebut nama 3 perusahaan anak usaha Bakrie Group
tersebut, bukan mafia pajak sebenarnya yang ada di dalam Ditjen Pajak itu
sendiri.
Pengacara Gayus, Hotma Sitompul
pun menekankan, dari 151 perusahaan yang diduga melakukan pengempalangan, tidak
satu pun ada nama perusahaan Bakrie. Hotma juga meminta publik untuk jangan
melulu mencecar Bakrie, sebab dalam kenyataanya, ada pihak lain yang merupakan
dalang sejatinya dalam kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Direktorat
Jendral Pajak.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari permasalahan di atas, saya
menyimpulkan bahwa, ternyata banyak publik yang terkecoh oleh
pemberitaan-pemberitaan miring di media yang sejatinya hanya mengincar “klik”
dari netizen semata untuk menaikan status pemberitaaanya, namun malah
ditanggapi serius oleh masyarakat. Kemudian secara perlahan tapi pasti,
terbentuk lah suatu paradigma tertentu terhadap suatu kasus, yang walaupun
dimenangkan di persidangan oleh pihak tertentu, namun kalah di dalam dunia
media oleh pihak lainnya. Kasus yang diselesaikan di media bisa jadi adalah
sesat. Kita semestinya tidak boleh terpancing dengan pemberitaan-pemberitaan
yang menyudutkan sosok tertentu, yang dalam persidangan sejatinya tidak terbukti
melakukan kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
http://hukum.kompasiana.com/2014/04/01/bakrie-group-dan-politisasi-mafia-pajak--645750.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar